Senin, 08 Januari 2018

HARGA TIKET MASUK WISATA JUWANA WATER FANTASY (JWF)

Juwana Water Fantasy
Harga Ticket Masuk Wisata Juwana Water Fantasy (JWF) Pati – Beberapa besar lokasi Kabupaten Pati yaitu dataran rendah. Sisi selatan (perbatasan dengan Kabupaten Grobogan serta Kabupaten Blora) ada rangkaian Pegunungan Kapur Utara. Sisi barat laut (perbatasan dengan Kabupaten Kudus serta Kabupaten Jepara) berbentuk perbukitan. Sisi timur bersebelahan dengan Kabupaten Rembang. Sungai terbesar di Pati yaitu Sungai Juwana, yang bermuara di daerah Juwana.
Pati mempunyai sangat banyak destinasi wisata seperti wisata alam, wisata pantai dan wisata histori. Kota Pati bisa Kamu untuk jadikan satu diantara destinasi wisata, untuk isi hari libur Kamu serta keluarga. Untuk Kamu yang tengah ada di Kabupaten Pati janganlah lupa untuk bertandang ke Juwana Water Fantasy atau lebih di kenal dengan JWF.
Juwana Water Fantasy (JWF) adalah wisata air yang terdapat di di Jl. Raya Juwana – Rembang, KM 7, tepatnya di Desa Bumimulyo Kecamatan Batangan Kabupaten Pati. Wahana air ini mempunyai daya tarik dari bangunannya yang terlihat dari luar seperti Tembok Benteng Eropa. Obyek wisata ini termasuk masihlah baru lantaran Juwana Water Fantasy baru diperkembang pada th. 2010 serta sudah di buka pada umumnya pada th. 2013.
Harga Ticket Masuk Wisata Juwana Water Fantasy (JWF) Pati
Pengelolaan resmi obyek wisata Juwana Water Fantasy yaitu PT. Bandeng Juwana. Berdiri diatas tempat seluas 5 hektare, Juwana Water Fantasy tawarkan beragam jenis wahana permainan air serta wahana darat. Terdaftar telah ada sekitaran 37 wahana yang ada di sana.
Wahana air di Juwana Water Fantasy diantaranya yaitu Kolam Air, Kolam Renang Dewasa, Kolam Arus, Seluncuran Air, Becak Air, Ember Tumpah, dan lain-lain. Sesaat untuk wahana darat salah satunya telah ada wahana Gokart, Flying Fox, ATV serta Motor Cross, Bumper Car, Bioskop 3D, Miniatur Keajaiban Dunia, Lapangan Futsal, Becak Mini, Kora-kora, Panggung Senang, Trambolin, Jet Coaster, Family Karaoke serta ada banyak lagi.
Harga Ticket Masuk Wisata Juwana Water Fantasy (JWF) Pati
Sarana di Juwana Water Fantasy juga telah cukup komplit untuk mendukung kenyamanan sang pengunjung yakni telah ada tempat parkir yang cukup luas, mushola, toilet serta sudah disiapkan Smoking Ruang.
Harga Ticket Masuk Juwana Water Fantasy
Ada dua jenis ticket yang disiapkan di JWF ini, yakni ticket normal serta ticket terusan.
Senin – Jum’at
Ticket Umum : Rp. 25. 000
Ticket Terusan : Rp. 45. 000
Sabtu, Minggu serta Tanggal Merah
Ticket Umum : Rp. 30. 000
Ticket Terusan : Rp. 50. 000
Harga ticket setiap saat bisa beralih, untuk info selanjutnya kamu bisa menghubungi
Tlp : 0813 2602 5244, 0899 5993 287
e-mail : vjwf. pati@gmail. com
Sekian tadi info yang bisa kami berikanlah mengenai Harga Ticket Masuk Wisata Juwana Water Fantasy (JWF) Pati, mudah-mudahan bisa menolong kamu yang menginginkan liburan di Pati.

BANDENG PRESTO JUWANA

Semarang menyimpan beberapa menu khas yang kerap dijadikan oleh-oleh, di antaranya yang paling terkenal adalah bandeng presto. Jika sedang jalan-jalan ke Kota Semarang, masyarakat pasti tidak lupa mampir ke Jalan Pandanaran. Pasalnya, jalan itu merupakan pusat penjualan oleh-oleh khas Semarang, termasuk bandeng presto.
“Oleh-oleh tradisional khas Semarang berupa bandeng presto termasuk baru dikenal, yaitu sekitar 20 tahun yang lalu,” kata Odilia. Bandeng presto merupakan ikan bandeng yang dibumbui dengan bawang putih, kunyit, serta garam, dan dimasak pada alas daun pisang menggunakan panci bertekanan tinggi yang biasanya disebut presto.
Presto adalah cara memasak dengan uap air yang bertekanan tinggi. Makanan yang dimasak dengan cara ini diletakkan di dalam panci yang dapat dikunci rapat. Air yang berada di dalam panci kemudian dipanaskan hingga mendidih. Uap air yang timbul akan mematangkan makanan yang berada di dalam panci tersebut. Cara ini dilakukan untuk membuat duri ikan bandeng menjadi lunak sehingga enak dimakan.
“Bandeng presto disukai banyak orang, termasuk anak-anak, karena durinya lunak sehingga mudah dimakan. Itu sangat baik karena selain gurih, bandeng presto juga mempunyai kandungan gizi yang tinggi,” ungkap Odilia.
Untuk penyajiannya, bandeng presto cukup digoreng di dalam minyak panas dan disajikan dengan sambal khas. Sementara bandeng presto yang sudah dibeli dan belum digoreng, umumnya dapat disimpan di lemari pendingin dalam kurun waktu yang cukup lama.
Produk olahan ikan duri lunak dengan presto, sesuai dengan namanya, mempunyai duri/tulang yang lunak. Bahan baku untuk pembuatan ikan duri lunak saat ini bukan hanya ikan bandeng saja, tetapi juga ikan berduri banyak lainnya (misal ikan lemuru, mujair, tawes, ikan terbang) dan ikan-ikan lainnya.
Pengolahan ikan duri lunak merupakan modifikasi dari pemasakan tradisional (ikan pindang). Dibandingkan dengan cara tradisional, waktu yang dibutuhkan untuk pemasakan bertekanan lebih singkat. Produk akhimya mempunyai warna, aroma dan rasa yang tidak banyak berubah dibandingkan dengan ikan segarnya, tekstur dagingnya menjadi lebih padat dan kenyal (dibandingkan dengan ikan pindang) dan duri/tulang menjadi lunak sehingga seluruh bagian tubuh ikan dapat dikonsumsi.
Bahan yang dibutuhkan
Ikan segar {jenis yang sama dengan ukuran yang seragam), garam dapur (NaCI), bumbu-bumbu, daun pisang/aluminium foil.
Cara Pembuatan
Persiapan ikan
  • Ikan berukuran besar : terlebih dahulu buang sisik, dan potong insang ikan. Belah bagian perut ikan untuk mengeluarkan isi perut, usahakan agar empedu tidak sampai pecah.
  • Ikan berukuran sedang : terlebih dahulu buang sisiknya. Keluarkan insang dan isi perut dengan menarik insang secara perlahan-lahan sehingga seluruh isi perut dapat tertarik keluar melalui rongga insang.
Cuci ikan dengan air bersih, agar semua kotoran yang masih melekat terutama di bagian rongga perut dan sisa pembuluh darah dapat dibersihkan. Sebaiknya menggunakan air mengalir, agar ikan besar-benar bersih.
Untuk meniriskan air dari ikan, susun ikan pada wadah dengan posisi bagian perut menghadap ke bawah agar tidak ada air yang menggenang terutama di rongga perut.
Setelah agak kering, timbang berat ikan dengan menghitung jumlah bumbu yang dibutuhkan. Siapkan bumbu dengan formula, sbb
  • Bawang merah 20 gram
  • Bawang putih 10 gram
  • Jahe 5 gram
  • Kunyit 5 gram
  • Laos 5 gram
  • Ketumbar 1/2 sendok teh
  • Kemiri 1-2 buah
  • Air 1/2 gelas
  • Daun jeruk purut 1 lembar
  • Daun salam 2 lembar
  • Garam 20 gram
  • Cabe, asam (tanpa biji) dan vetsin secukupnya
Giling halus semua formula bumbu yang akan digunakan menjadi adonan bumbu.
Lumuri Ran dengan bumbu, sampai permukaan Ikan tertutupi bumbu. Untuk Ikan berukuran besar, masukkan sebagian bumbu ke dalam belahan perut ikan.
Bungkus ikan yang telah diberi bumbu dengan daun pisang atau aluminium foil.
Susun ikan di dalam pressure cooker atau autoclave.
Lakukan pemasakan selama 45 menit.
Setelah pemasakan selesai, keluarkan ikan dad pressure cooker atau autoclave, dinginkan, kemas dalam kantong plaslik dan simpan di suhu rendah.


SEJARAH ASAL USUL JUWANA









1472837_716658331749642_1577688221680920919_n




Nama Juwana ada beberapa versi, dari salah satu versi mengatakan berasal dari kata Jiwana, yang berasal dari kata bahasa Sansekerta, jiwa. Dengan demikian, perkataan Jiwana diduga adalah nama "Kahuripan" yang disansekertakan.
Pendapat lain mengatakan bahwa Juwana berasal dari kata druju dan wana. Druju adalah nama pohon, sementara wana berarti hutan.
Sejarah Kepulauan Indonesia umumnya dan Tanah Jawa khususnya, ditemukan dari beberapa sumber yang agak berlainan satu dengan yang lain.
Menurut salah satu sumber, diterangkan juga bahwa asal-usul penduduk Tanah Jawa memang sebagian dari Hindu dan sebagian pula dari Tiongkok.
Untuk membuktikan kebenarannya, kita dapat membedakan antara penduduk asli dikepulauan Indonesia umumnya terdiri dari dua type yaitu disatu fihak typenya Hindustania, kulitnya agak hitam jengat / sawo matang dengan matanya tidak sipit; tetapi dilain tempat tidak sedikit yang berkulit kuning langsat, matanya agak sipit, banyak mirip atau malah 100% seperti orang Tionghoa, hingga dalam masyrakat tidak jarang terjadi diantara orang Indonesia sendiri menyangka bahwa orang yang berhadapan dengan dirinya itu dikira orang Tionghoa. Hanya model pakaianya atau gigi pangur saja yang digunakan sebagai tanda guna membedakannya.
Pada zaman itu Tanah Jawa diselumbungi udara Animisme begitu rupa.
Banyak orang suka memuja apa yang dipandangnya suci, suka sekali prihatin untuk menjalani ilmu-ilmu gaib dan kuat bertapa yang mempunyai pengaruh begitu mujizad.Misalnya walaupun justru udara bersih, matahari bersinar terang gelang-gemilang di atas angkasa yang biru, tetapi tiba-tiba datang seorang yang telah dipuncak pertapaannya, setelah berdiri dibawahnya sinar matahari sambil mencakupkan kedua tangannya dan berdoa sambil kedua matanya dimeramkan dan mendongkakan kepalanya, maka tidak lama kemudian awan mendung sekoyong-koyong bergulung-gulung begitu tebal dan sebentar pula hujan turun dibarengi suara angin menderu dan suara petir menyambar-nyambar kian kemari, hingga seolah-olah dunia sedang kiamat.
Pada Masehi tahun 414, Fahian, perantau bansa Tionghoa yang termasyur, telah tiba di pulau Jawa ini bersama empat orang kawannya. Mereka selain menjadi orang-orang Tionghoa pertama menginjakkan kakinya di sini dan terus menurunkan keturunannya sehingga merupakan sebagian golongan Tionghoa peranakan yang sebagai bangsa Asing, kecuali bangsa Hindu yang pertama kali datang di pulau ini.
Sementara menurut fihak lain ada dikatakan, bahwa waktu pertama kali bangsa Hindu datang kemari telah melihat tetanaman Juwawut, semacam bahan makanan, juga dijual dipasar untuk bahan makanan burung perkutut piaraan, yang tumbuh begitu subur dan gemuk sekali dipulau ini, sehingga pulau ini dinamakan Juwawut dan penduduknya dinamakan Juwana.
Orang Tionghoa merubah kata “Juwana” menjadi “Wana” yang bukan saja menjadi kata lebih singkat, tetapi artinya lebih baik bagi orang Tionghoa umumnya dan golongan lain-lain yang mengerti huruf dan bahasa Tionghoa.Sebutan “Wana” terhadap penduduk Pulau Jawa khususnya dan kepulauan Indonesia umumnya memiliki arti : Tanah yang subur; tetumbuhan yang tumbuh dengan subur; dan kaya raya.
Sebutan “Wana” terhadap penduduk asli dari Tanah Jawa khususnya dan Indonesia umumnya itu adalah : Orang dari negeri yang tanahnya subur atau kaya.
Sementara bukti atas kebenaran bahwa penduduk asli dikepulauan ini disebut Juwana, adalah dengan adanya nama kota Juwana, suatu tempat di daerah Jawa Tengah terletak antara Pati – Rembang.
Menurut penuturan dalam zaman Dampoawang (Sam Poo Twa Lang) waktu ia sampai ditempat yang dimaksud diatas lalu menanyakan kepada seorang penduduk asli nama tempat tersebut, tetapi oleh penduduk setempat menyangka tamu yang datang menayakan kebangsaanya (maklum belum bisa bahasa Melayu yang sekarang disebut bahasa Indonesia serta jarang ketemu orang Asing), maka dijawablah “Juwana”.Oleh karena itu maka tempat tadi selanjutnya disebut Juwana hingga saat ini menjadi perkampungan Nelayan yang sukses di Kabupaten Pati.

WISATA JUWANA

Wisata kriya dan sejarah Juwana menawarkan sejuta pesona. Jika menyisir Pulau Jawa melalui Grote Postweg atau Jalan Raya Poros yang dibangun Daendels dengan tenaga pekerja rodi rakyat Indonesia, setelah Lasem dan Pati akan menemui kota ini.
Di bawah pemerintahan Belanda, Juwana merupakan pusat kota kawedanan (distrik). Mulai Januari 1902 dan saat ini, statusnya menjadi kecamatan, bagian dari Kabupaten Pati. Profil kota membentang dari tenggara ke barat laut, tegak lurus Sungai Juwana atau disebut juga Silugonggo.
Sayangnya, sebagai kota pelabuhan nama Juwana tenggelam di antara ketenaran kawasan pesisir utara Jawa Tengah lain seperti Semarang, Jepara, Rembang.
Pada abad ke-16, Juwana merupakan kota pelabuhan penting di Pulau Jawa. Orang-orang asing membeli hasil bumi dan menjualnya ke lain tempat. Opium adalah satu saksi betapa Juwana menjadi jalur pesisir utara nan penting. Henri-Louis Charles TeMechelen, inspektur Kepala Regi Opium & Asisten Residen Juwana tahun 1882, memperhitungkan bahwa satu dari 20 orang Jawa mengisap opium pada masa itu.
Maka inilah sebuah destinasi alternatif bagi Anda pecinta budaya, penikmat keriuhan pelabuhan, sampai pemerhati tradisi leluhur. Mari melanglang, melongok potensi kota ini.

1. Desa Bajomulyo dan Desa Growong Kidul
Merupakan salah satu sentra industri kuningan yang tersisa. Terdiri atas tiga kelompok usaha: industri kuningan, penyedia bahan baku (bahan rosok), dan penyedia jasa lain (pengemasan/pengiriman). Keahlian dasar sebagai perajin kecil adalah semua proses produksi dikerjakan sendiri. Umumnya mereka memproduksi engsel pintu, krom onderdil sepeda motor, aksesoris mebel, komponen hydrant, patung, dan aksesoris interior.

2. Alun-Alun Juwana
Lapangan yang dibangun Belanda dekat jalan raya Grote Postweg sebagai usaha menciptakan landmark kota.

3. Desa Bakaran Kulon dan Bakaran Wetan
Kedua desa adalah sentra batik. Perajin batik Bakaran yang terkenal. Motif batik beraliran tengahan, perpaduan corak pesisir yang berwarna-warni dan corak tengahan karena berasal dari kalangan kerajaan Majapahit. Selain motif kuno, kini ada corak kontemporer.

4. Klenteng Tjoe Tik Bio
Usia klenteng Tridharma ini sekitar 200 tahun. Langgam khas Tiongkok muncul pada ujung atap yang mirip burung walet dan melengkung cukup tinggi. Konon dibangun oleh seorang pedagang candu yang hanyut di Kali Silugonggo (Kali Juwana) dan diselamatkan warga sekitar sungai. Sebagai bentuk ucapan syukur, dia membangun tempat ibadat ini.

5. Makam Bupati Juwana
Dinamai makam Jatisari dan merupakan tempat peristirahatan Bupati Juwana pertama Mangkudipuro.

6. Bandeng Presto Desa Dukutalit
Hidangan ini merupakan salah satu unggulan produk olahan khas Juwana, meski banyak dipasarkan di Semarang.

7. Masjid Agung Juwana
Terletak di sekitar alun-alun Juwana, di kawasan Kauman. Telah ada sejak zaman Belanda dan kini dibangun ulang, sayangnya hampir menenggelamkan keaslian unsur arsitektur lainnya.

8. Punden Nyai Banoewati
Nyai Banoewati menjadi legenda batik Bakaran, karena mengajarkan kepada masyaarakat Desa Bakaran Kulon dan Wetan di pelataran punden ini. Tempat ini sekarang menjadi makam. Di lingkungan makam ini terdapat sigit, masjid tanpa mihrab sebagai penyamaran agama yang dianutnya. Dikenal tradisi 'manganan' atau makan bersama di sini, untuk menjalin keguyuban warga.

9. Kantor Polisi Sektor Pati Resor Juwana
Semula kediaman Go Tat Thiong, seorang Letnan Tionghoa di Juwana. Ketika Jepang menduduki Juwana, beralih fungsi menjadi markas polisi rahasia Kempetai Jepang. Setelah Indonesia merdeka, bangunan berlanggam kolonial ini digunakan sebagai kantor polisi hingga sekarang. Meskipun demikian, secara garis besar arsitekturnya tidak mengalami perubahan.

10. Stasiun Lama
Stasiun Lama Juwana didirikan sekitar tahun 1811, dulu disebut Stasiun Joana dan melayani jalur lokomotif diesel berukuran kecil jurusan Rembang-Semarang. Sekarang lebih banyak dimanfaatkan warga untuk tempat parkir dan bermain bulu tangkis. Fungsi lain? Sebagai tempat pengungsian warga yang mengalami musibah banjir Kali Juwana.

Dulunya Sungai Silugonggo adalah Laut
Menurut teori , dulunya Gunung Muria terpisah dengan pulau Jawa. Antara keduanya dipisahkan dengan sebuah selat. Kota Jepara, Kudus dan Pati Utara awalnya ada di daratan pulau Muria itu. Hal itu berlangsung sampai dengan abad ke 16 Masehi. Namun karena pendangkalan lambat laun selat itu akhirnya menyempit dan sampai sekarang hanya selebar sungai Juwana itu. Daerah Juwana sendiri kalau berdasar teori ini berarti awalnya adalah laut yang lambat laun mendangkal menjadi payau atau rawa-rawa.
Teori ini dikuatkan oleh beberapa kenyataan historis. Antara lain adalah sejarah kerajaan Demak Bintoro. Kerajaan Demak adalah kerajaan maritim dan pusat pemerintahannya di daerah Glagah Wangi. Tetapi daerah Glagah Wangi saat ini jaraknya sekitar 30 km dari pantai. Jadi dulunya Glagah Wangi adalah pantai, namun lambat laun karena pendangkalan akhirnya pantainya bergeser ke utara menjauh dari Glagah Wangi.
Jadi saat itu (kalau menurut teori ini), Pelabuhan Juwana awalnya berada di selat. Dan selat ini pada masa lalu merupakan jalur perdagangan yang menghubungkan Demak dan Tuban sebagai Pelabuhan terbesar saat itu. Dan bisa jadi pelabuhan Juwana adalah tempat transit di antara keduanya. Dengan kata lain Pelabuhan Juwana sejak zaman dulu telah ramai dikunjungi kapal-kapal dagang maupun kapal nelayan.

ASAL USUL JEMBATAN SEGELAP JUWANA
Pada tahun 1486, Pati yang merupakan Lereng gunung Muria, masih merupakan hutan belantara. Pada suatu hari, Sunan Muria pulang dari Sarasehan(pertemuan) di padepokan Sunan ngerang. Sesampainya di barat kota Pati, sekitar jam 3 sore atau waktu ashar, kebetulan di tepi hutan tadi terhalang sungai yang sedang banjir. Sunan Muria mau menyeberang, tetapi tak ada perahu.Lalu beliau mengadakan sayembara, barang siapa yang bisa menyeberangkannya kalau laki-laki akan ia jadikan sebagai saudara sinorowedi (saudara sejati) kalau perempuan akan ia jadikan istri. Kebetulan di sebelah baratnya ada seorang wanita yang sedang menggembalakan kerbau bernama Dewi Sapsari putri Ki gedhe sebo Menggolo.
Setelah mendengar sayembara tersebut, dewi Sapsari dengan menunggang kerbau menyeberang ke timur. Lalu ia menyeberangkan Sunan Muria. Sesampai di tepi sungai sebelah barat, Sunan Muria menepati janjinya. Ia lalu ingin bertemu orang tua dari Dewi Sapsari dan akan menyuntingnya sebagai istri. Lalu Sunan Muria menikahi Dewi Sapsari. Sepeninggal beliau pulang ke padepokan Gunung Muria, Dewi Sapsari hamil. Lalu ia melahirkan seorang putra dan diberi nama Raden Bambang Kebo Nyabrang, sesuai pertemuannya dengan suaminya yaitu Sunan Muria.
Setelah dewasa, anak itu menanyakan siapa sebenarnya ayahandanya itu kepada kakeknya. Lalu kakeknya berkata kalau ia masih memiliki keturunan dengan Sunan Muria yang ada di padepokan Gunung Muria. Setelah mendengar hal tersebut, R. Bambang Kebo Nyabrang pergi berangkat ke Gunung Muria. Sesampainya di padepokan, ia bertemu dangan Sunan Muria. Tetapi Sunan Muria tidak mudah percaya dengan anak itu. Lalu Sunan Muria memerintah Raden Bambang Kebo Nyabrang untuk membawa Pintu Gerbang Majapahit ke hadapannya kalau ia mau diakui sebagai anak. Lalu berangkatlah R. bambang Kebo Nyabrang ke Bajang Ratu yang merupakan bekas Kerajaan Majapahit. Yang sekarang tetdapat di Kota Trowulan Kabupaten Mojokerto Jawa Timur. Ia harus segera berangkat karena ia hanya diberi waktu 1x 24 jam.Di lain tempat, yaitu di padepokan Sunan Ngerang, terdapat salah seorang muridnya yang bernama Raden Ronggo yang ingin menyunting putri Sunan Ngerang, yang bernama Roro Pujiwat. Roro Pujiwat mau diperistri apabila Raden Ronggo bersedia memboyong Pintu Gerbang majapahit ke padepokan.
Lalu R. Ronggo pun berangkat ke bekas Kerajaan Majapahit.
Tetapi, ia kecewa karena sesampainya di sana barang tersebut sudah tak ada (sudah diboyong oleh R. Kebo Nyabrang). Lalu Raden Ronggo segera mengejarnya kearah barat. Sesampainya di wilayah kota Pati sekarang, R. Rongo masuk kawasan hutan.
Disana ia melihat pohon Kenanga yang berbentuk mirip kurungan(sangkar). Kemudian ia menamai dukuh tersebut dengan nama Sekar Kurung. Lalu ia melanjutkan misinya untuk mengejar R. Kebo Nyabrang. Dan ia pun menemukan R. Kebo Nyabrang yang sedang istirahat. Pintu itu pun dimintanya. Tetapi tidak diberikan oleh R. Kebo Nyabrang.
Akhirnya timbul peperangan. Dalam peperangan tersebut,penyangga pintu tersebut tercecer sehingga tempat tersebut di beri nama “Njelawang” (Ganjel Lawang). Kemudian mereka menuju ke barat saat itu jam dua belas siang saat semua orang harus beristirahat dan melaksanakan sholat Dhuhur. Maka tempat tersebut diberi nama dukuh “Nduren” (samu barang kudu leren). Mereka bertarung selama 35 hari.
Lalu Sunan Muria turun kearah timur. Ia pun melihat dua orang bertarung dengan jelas. Dalam Bahasa Jawa, jelas diartikan “cetho welo-welo”, sehingga tempat tersebut diberi nama Dukuh Towelo/ Trowelo. Lalu Sunan Muria turun ke tempat kedua orang tersebut bertarung. Lalu beliau berkata “ Wis padha lerena sak kloron padha bandhole”. Lalu berhentilah kedua orang tersebut bertarung. Sehingga tempat tersebut hingga sekarang di namai dukuh “Rendhole” (sak kloron padha bandhole).
Sunan Muria pun lalu mengakui R. Kebo Nyabrang menjadi anaknya. Dan beliau menyuruh anaknya tersebut untuk menjadi penjaga gerbang ini . Setelah Sunan Muria berkata “jaganen !!” (jagalah) maka ia pun langsung meninggal dan hilang nyawanya karena sebagai seorang penjaga harus tidak terlihat. Dan R. Ronggo diberi “katek “ oleh Sunan Muria untuk dibawa ke padepokan.
Tetapi sesampainya di sana Roro Pujiwat tidak menerimanya. Raden Ronggo pun marah dan mengejarnya hingga ke barat. Sesampainya di sungai Juwana Roro Pujiwat berhenti. R. Ronggo yang marah lalu melempar katek tersebut kearah Roro Pujiwat. Roro Pujiwat meninggal. Katek tersebut hilang seperti kilat. Sehingga sampai sekarang dinamai “Segelap”. wallahualam bishshawab....